Wednesday, February 10, 2021

PROSEDUR MENULIS KRITIK SASTRA

Menulis kritik sastra merupakan suatu sikap apresiasi terhadap karya sastra yang relatif tinggi. Mengapa begitu? Tentu saja. Dasar hal ini adalah wawasan, rujukan atau referensi, pengamatan, dan mungkin juga pengalaman. Semakin luas, tinggi, dan banyak  yang dimiliki oleh seseorang akan menunjukkan semakin tinggi sikap apresiasinya, termasuk dalam hal ini adalah sikap kritisnya yang diungkapkan dalam kritik sastra. 

Dalam memberikan kritik sastra seseorang memiliki dasar normatif ideal yang dipahaminya serta dipersepsikan, dan bahkan diasumsikan dalam pikirannya. Itu mempengaruhi kerangka berpikir normatif idcealismenya. Bahkan, tataran berikutnya, rukukan referensi bisa ditopang oleh pengalaman atau hasil pengamatannya. Dengan demikian sikap studi komparatif -membanding-bandingkan- atas dua karya atau lebih mencerminkan keluasan wawasan, kejernihan, kejujuran, dan ketulusan mengapresiasi yang akan memberikan nmanfaat demikian besar bagi penulis.

Berikut ini diungkapkan langkah-langkah menulis kritik sastra yang diunduh dari moch. herdianto dalam http://www.mochammadherdianto.com/2015/12/langkah-langkah-menulis-kritik-karya.html, diunduh 10 Februari 2021, -pkl. 10.30) yang diambil dari intisari buku Kitab Kritik Sastra karya Maman S. Mahayana.

Langkah-langkah Menulis Kritik Karya Sastra 

            Dalam kritik sastra, ada dua jenis kritik sastra yang media dan sasarannya berbeda. Pertama kritik sastra ilmiah yang berada dalam dunia akademis, meski tidak menutup kemungkinan juga publik dapat menikmati karya-karya ilmiah itu manakala mereka dipublikasikan sebagai buku yang disebarkan ketengah khalayak masyarakat. Dalam kritik akademik, kerangka teoritis dan metode ilmiah mutlak disertakan sebagai landasan argumen. Kedua, kritik sastra umum, sasarannya adalah publik, masyarakat berbagai kalangan dengan latar belakang pendidikan yang beraneka ragam. Media yang digunakannya bisa berupa majalah, surat kabar, buletin yang dicetak atas biaya urunan, atau juga ulasan ringkas sebagai pengantar diskusi di depan khalayak umum. Dalam kritik sastra umum, meski mungkin digunakan juga metode ilmiah dengan kerangka teoritisnya, mengingat sasarannya untuk masyarakat umum, maka boleh jadi penekanan jenis kritik ini, sekedar sebuah apresiasi. Tujuan kritik sastra umum itu adalah apresiasi, ulasan, atau analisis ringan agar khalayak tergoda untuk ikut membaca, mencermati, atau meneliti karya yang dibincangkan. Kritik sastra hendaknya dengan bahasa kaum terdidik dengan semangat yang konstruktif.

Adapun langkah-langkah menulis kritik karya sastra, yaitu ;

Ø  Pertama, baca tuntas karya sastra yang hendak dikritik. Namun, sebelum membaca perlu diketahui bahwa kritik sastra bukanlah caci-maki tetapi kritik sastra adalah apresiasi atas satu (atau beberapa) karya sastra. Uraiannya bisa berupa deskripsi, analisis, atau komparatif. Agar dapat melakukan analisis yang konstruktif, diperlukan pula interpretasi atas unsur instrinsik yang membangun karya sastra tersebut.

Sebelum memulai proses pembacaan atas sebuah karya, kita berkewajiban menghilangkan sikap suka atau tidak suka, membuang jauh-jauh prasangka dan syakwsangka, dan menyimpan pandangan apriori, yaitu semacam usaha menyimpulkan sesuatu, sebelum melakukan penelitian atau kajian atas obyeknya. Sementara sikap suka-tidak suka, prasangka dan syakwasangka akan menggelembungkan semangat besar subyeksivitas. Akibatnya, dari awal hingga akhir, tulisan itu akan ditaburi dengan ulasan (dan celotehan) subyektif, meski di sana begitu banyak gincu istilah-istilah keren. Jika ia suka dan punya kesan baik atas sebuah karya, pujiannya cenderung jatuh pada sanjung gombal; puja-puji berlebihan.

Sebaliknya, jika ia tidak suka dan punya kesan buruk, kesimpulannnya cenderung menjadi caci-maki. Tugas kritik sastra mesti membongkar terjadinya banyak kesalahpahaman yang sumbernya tidak lain datang dari prasangka dan syakwasangka. Selanjutnya menjauhkan diri dari pemberhalaan pada teori-teori sastra. Jangan sampai ketika mengenal ilmu baru, kita memamerkan ilmu tersebut. Seharusnya teori yang mengikuti karya, dan bukan karya yang mengikuti teori. Oleh karena itu, ketika hendak memulai membaca karya sastra, pengetahuan teoritis yang sudah mendekam dalam tempurung kepala pembaca, sementara “singkirkan” dahulu. Biarkan proses pembacaan karya sastra berlangsung alamiah, mengalir wajar.

    Kedua, jika dalam proses pembacaan itu, kita tidak dapat masuk menyatu dalam dunia yang digambarkan teks sastra yang bersangkutan, itu berarti terjadi hingar (noise). Terjadi rumpang, miskomunikasi, tulalit antara pembaca dan teks. Pembaca sering berhadapan dengan sebuah teks yang mungkin terlalu gelap, sukar dimengerti atau jumpalitan. Bagi puisi, problem itu menjadi sangat serius, lantaran puisi tak memberi ruang bagi penyair melakukan deskripsi panjang lebar.

Puisi mengandalkan citraan memaksanya melakukan eksplorasi makna kata dalam membangun diksi atau majas (metafora, analogi, personifikasi, dan seterusnya). Penyair kadang terlalu asyik mengumbar imajinasinya, sehingga larik-larik puisinya laksana kotak besi. Sehingga pembaca dihadapkan pada kegagalan ketika berjuang keras menemukan isinya. Hingar juga bisa terjadi pada puisi yang terang benderang, jika pesannya terlalu gamblang, sehingga tidak diperlukan lagi penafsiran. Puisi propaganda lazimnya termasuk kategori yang terang-benderang.

Pembaca tidak diajari untuk menafsir atau tidak diberi ruang untuk berpikir dan memanfaatkan imajinasinya guna menjelajahi konteksnya. Berbeda dengan puisi, novel atau cerpen memberi kesempatan kepada pengarangnya untuk menghadirkan narasi, sehingga pembaca punya banyak peluang untuk berjuang memahami pesannya. Dimulai dari kata yang membentuk kalimat, deretan kalimat yang menghadirkan peristiwa, dan rangkaian peristiwa yang membangun wacana, ditambah dengan dialog-dialog yang berfungsi memperkuat unsur instristik.

Novelis dan cerpenis  biasanya juga secara piawai sengaja memberikan fisik dan psikis tokoh, atau peristiwa demi peristiwa tidak sekaligus, melainkan secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Dengan begitu, proses penokohan berikut perubahan karakternya, berlangsung secara wajar dan meyakinkan. Demikian juga, rangkaian peristiwa yang dihadirkan lewat konflik memperlihatkan sebuah proses yang logis dan terterima. Namun, jika menghadapi novel-novel atau cerpen yang menggambarkan peristiwa-peristiwa  absurd, dunia jumpalitan, dan kisah di dunia entah-berantah yang terkesan tumpang tindih, bertumpuk-tumpuk, dan simpang siur seolah-olah peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain sama sekali tak ada hubungannya.

Langkah utama yang perlu dilakukan adalah baca saja dulu kalimat demi kalimat, nikmati peristiwa demi peristiwa sebagai sebuah dongeng, masuk dan berintegrasi dengan kehidupan yang dikisahkan dalam teks. Jika berhasil menyatu dan berpadu dengan teks, artinya kita sudah memasuki tahap sentuh estetik (aesthetic contact). Setelah membaca karya sastra, muncul sejumlah pertanyaan yang mengganggu intelektualitas dan rasa kemanusian pembaca. Sejumlah pertanyaan itu muncul lantaran karya itu menggoda pembaca untuk berpikir kritis. Itulah tahap yang disebut sentuh kritik (critical contact). Disinilah dimulai peristiwa kritik sastra : mempertanyakan banyak hal yang ditawarkan teks sastra.

Ketiga, tandailah dan catat bagian-bagian apa pun dari segenap unsur intrinsik yang pembaca anggap penting dan mengganggu pikiran. Jangan abaikan segala ungkapan, kalimat, atau peristiwa yang menarik perhatian yang terdapat dalam teks. Perhatikan dengan benar apa pun yang menonjol, khas, penting, meragukan, dan yang diduga sebagai sinyal-sinyal yang tampaknya digunakan pengarang atau penyair untuk membangun tema atau estetika teks yang bersangkutan. Di tahap ini, pembaca dituntut menjadi pembaca yang kritis (crtical reader). Menyusun semacam daftar pertanyaan tentang teks yang kelak pembaca jawab sendiri.

     Keempat, untuk menulis kritik sastra, pembaca memahami secara lengkap karya tersebut. Artinya, tidak hanya mengetahui kelebihan dan kekurangan karya yang hendak dikritik melainkan juga memahami, di mana dan dalam hal apa kelebihan karya tersebut. Kelebihan itulah yang perlu diungkapkan lebih luas-dan mendalam-dibandingkan mengungkapkan kekurangannya. Penulis kritik karya sastra yang baik seyogyanya membaca karya tersebut sedikitnya dua kali. Tujuan pembacaan ulang terutama, guna menemukan hal lain-makna baru atau aspek lain-yang mungkin luput dalam proses pembacaan pertama.

Ø  Kelima, menandai dan mencatat hal-hal yang penting; membuat daftar pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks karya sastra yang bersangkutan; dan membaca ulang serta menambahkan beberapa hal yang mungkin luput. Karya sastra yang baik cenderung melahirkan teori (baru); karya sastra yang baik, akan melahirkan kritikus (yang baik).

Jadi, jika karya itu tidak cocok dianalisis atas dasar pendekatan yang ada maka kita perlu punya keberanian untuk mencari pendekatan yang sesuai. Jika begitu, boleh jadi diperlukan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu analisisnya. Inilah yang disebut kritik perspektif, yaitu mencari perspektif dan kemungkinan lain, ketika teori atau pendekatan tertentu tidak dapat atau tidak sesuai diterapkan pada sebuah karya.

     Keenam, mencari teori-teori, pendekatan, atau gagasan dari disiplin ilmu lain yang kita anggap cocok-sesuai untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang sebelumnya sudah pembaca  siapkan. Jika sudah menemukan teori, pendekatan, atau gagasan dari disiplin ilmu lain itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu yang kelak bakal menjadi bahan analisis pembaca dalam mengungkapkan kekayaan teks yang diteliti. Pembaca mesti mengutip bagian-bagian teks yang diteliti dan coba menjelaskannya berdasarkan teori, pendekatan, atau disiplin ilmu lain.

Ø  Ketujuh, jika pilihan jatuh pada kritik sastra umum atau kritik apresiatif, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah membuat semacam resume, sinopsis atau ikhtisar karya sastra (novel, antologi cerpen, atau kumpulan puisi) yang sudah dibaca. Jika novel, buatlah ikhtisarnya sekitar dua atau tiga paragraf pendek, jika antologi cerpen, deskripsikan ada beberapa cerpen yang dihimpun di sana dan buatlah gambaran umum tentang tema-temanya; demikian juga jika yang dipilih antologi puisi. Hindari pengungkapan tema (novel, cerpen, puisi) yang berkepanjangan. Deskripsi dimaksudkan agar pembaca memperoleh gambaran sedikit tentang karya sastra tersebut beserta isinya. Sertakan juga berbagai hal yang menarik, khas, dan menonjol sebagai isyarat tentang kelebihan karya tersebut.

     Kedelapan, idealnya, praktik kritik sastra berisi empat hal berikut, yaitu deskripsi, analisis, interpretasi, dan evaluasi. Pada tahap deskripsi pembaca baru mencoba memperkenalkan karya itu sebagaimana adanya. Misalnya, data publikasi, posisi pengarang, muatan isi, dan gambaran umum tentang karya tersebut. Porsi uraian kira-kira 10-15 persen dari keseluruhan tulisan kritik sastra itu. Berikutnya adalah analisis, kadang disertai juga penafsiran. Kadangkala penafsiran mendahului analisis. Meskipun urutannya analisis dan kemudian penafsiran, dalam praktiknya keduanya bisa saling mendahului, karena sifatnya saling melengkapi, komplementer.

Bagian analisis dan penafsiran mendapat porsi lebih banyak dibandingkan deskripsi dan penilaian. Adapun evaluasi atau penilaian biasanya bergantung pada semangat kritikus yang bersangkutan dalam memperlakukan teks. Karya-karya agung, tanpa penilaian sekalipun, akan tetap tampak keagungannya berdasarkan analisis dan penafsiran kritikus. Namun, ada juga sebagian kritikus yang memandang bahwa hakikat kritik sastra tidak lain adalah penilaian.

 

    Kesembilan, guna memperkuat analisis dan penafsiran kritikus, gunakan kutipan teks sebagai alat bukti. Demikian juga argumentasi yang kritikus ungkapkan perlu juga menyertakan kutipan-kutipan, baik dari teks karya sastra, maupun dari sumber-sumber teori sastra, pendekatan yang digunakan, dan disiplin ilmu lain sebagai alat bantu mengungkapkan makna dan kekayaan teks.

 

Sumber : Mahayana, Maman S. Kitab Kritik Sastra. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta. 2015

 



Tuesday, February 09, 2021

KRITIK SASTRA

 

Kritik Sastra

(Sumber: https://pakdosen.co.id/kritik-sastra/, diunduh 10 Februari 2021, pukul 2021) 

Pengertian Kritik Sastra

Kritik Sastra merupakan suatu bidang studi sastra untuk menghakimi karya sastra, untuk memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra yang sedang dihadapi kritikus.

Pengertian Kritik Sastra Menurut Para Ahli

 

Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai kritik sastra, yakni sebagai berikut:

1. Menurut Graham Hough

Kritik sastra itu bukan hanya terbatas pada penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan pertimbangan nilai, melainkan kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.

2. Menurut Abrams dalam Pengkajian sastra

Kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.

3. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren

Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.

Sejarah Kritik Sastra

Kritik sastra merupakan bagian dari ilmu sastra. Istilah kritik dalam studi kesusastraan di Indonesia sudah dikenal luas sehingga kemungkinan istilah kritik sastra memiliki berbagai definisi. Pengertian yang dapat diterima yakni pengertian kritik sastra yang terperinci, definisi yang berdasarkan latar belakang historis secara komprehensif berdasarkan referensi yang tersedia. Kata kritik (criticism, Wellek, 1978:21) dapat dihubungkan dengan berbagai bidang yang ada dalam kalangan masyarakat misalnya politik, pertahanan, ekonomi, sosial budaya, sejarah, music, seni, dan filsafat

Dan jika dihubungkan dengan sastra, maka berarti kritik sastra. Kata kritik juga dapat dihubungkan dengan criticism, critica, la critique. Dari asal usulnya, kata kritik berasal dari kata krities yang berarti “seorang hakim”, krinein yang berarti “menghakimi”, kriterrion berarti “dasar penghakiman”, kritikos berarti “ hakim kesusastraan” (Wellek dalam Pradopo, 2002:31). Jika di dalam kamus terdapt kata : kritik mempunyai bentuk criticism, criticica berarti keamanan/kupasan, la critique berarti kupasan, telaah,atau tinjauan. Dari keempat terminologi tersebut, yangrelevan dengan studi kesusastraan adalah istilah kritik.

Berikut paparan singkat mengenai sejarah kritik sastra yang begitu panjang  :

  • Tahun 500 SM, aktivitas kritik sastra pertama muncul pada masa Xenophanes dan Heraclitus yang mengecam seorang penyair bernama Homerus. Mereka berpendapat karya Homerus mengisahkan cerita tidak senonoh dan bohong mengenai dewi-dewi yang menurutnya sifat para dewi dikisahkan dengan tidak senonoh yakni identik dengan pencurian, perzinaan dan penipuan. Plato menyebutnya sebagai “ pertentangan purba antara puisi dengan filsafat “.
  • Kritik tradisional di atas diikuti oleh tokoh Yunani, seperti Aristhophanes pada tahun 385 SM melalui karyanya Katak-Katak yang mengkritik Euripides dengan mempertentangkan dengan penyair tragedi pendahulunya Aeschylus, yakni karya-karya yang bernilai sosial/ moral dengan karya karya yang bernilai seni. Aristhophanes sudah mulai mempertimbangkan antara seni untuk masyarakat yang berguna bagi pembacanya, dan seni sastra yang hanya semata-mata demi seni sastra sendiri atau hanya kepentingan estetika (Suroso, dkk, 2010:11).
  • Plato pada 427-347 SM dalam bukunya Republic memandang karya sastra yang baik mengandung ketiga syarat utama, yakni : memberikan ajaran moral yang lebih tiggi, memberi kenikmatan, dan memberi ketepatan dalam wujud pengungkapannya.
  •  Aristteles pada 384-322 SM melalui bukunya Poetica, memandang bahwa karya sastra imajinatif sebagai alternatif dunia model pengarang.
  • Dalam konteks kritik modern, buku Criticus karya Julius Caesar tahun 1484-1585 SM dianggap sebagai karya yang penting, bahkan penulisnya dianggap sebagai le grand critique.
  • Berjalnnya wajtu, kata kritik semakin penting dalam konteks studi sastra modern. Dalam sastra Latin Klasik, istilah Criticius jarang digunakan. Dan hanya ditemukan pada tulisan Hieron ke Longinus.
  • Pada abad pertengahan di Eropa, penggunaan kata kritik juga sudah mulai terjadi pasang surut. Dimana istilah tersebut hanya muncul di dunia kedokteran yang mereferensi pada suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat membahayakan jiwa penderitanya.
  • Tahun 1500an pengertian kritik bergeser pada pengertian lama. Poliziano yang merupakan tokoh masa Renaissance menjadi salah satu tokoh yang penting dalam proses itu. Pada masa itu criticus dan grammatikos digunakan utnuk menunjuk orang-orang penekun pustaka sastra lama. Erasmus menggunakan istila ars critica untuk Alkitab sebagai sarana pelayanan hidup. Pada kalangan humanisme istilah tersebut dikatakan sebangai penyuntingan dn pembetulan atas teks-teks kuno. Tahun 1660-an istilah kritik diartikan sebagai pembetulan, edisi, pernyataan pengarang, sensor dan penghakiman serta sintaksis.
  • Di abad 17, cakupan kritik sastra mengalami perluasan. Pada kalangan terbatas kata kritik digunakan untuk menggantikan kata Poetica. Pemakaian kata kritik di Eropa mulai mengemuka, utamanya di Inggris dengan diperkuat oleh John Dennis seiring bukunya The Grounds of Criticsm in Poetry. Istilah ini mencakup beberapa aspek baik teori, kritik sastra maupun sejarah sastra.
  • Pada masa kini di aba 19, kritik semakin kuat. Di Eropa dan Amerika Serikat sudah ada praktik kritik. Kritik mereferensi kegiatan pembicaraan pengarang tertentu, sedangkan criticism merujuk pada teorinya.
  • Di Jerman terdapat istilah kritish yang berasal dari bahasa Perancis pada abad ke-19 dan literatuwissenschaft. Yang berarti teori sastra. Dari waktu ke waktu pengertian kritik semakin jelas dan berkembang.

Ciri-Ciri Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri kritik sastra, yakni sebagai berikut:

  • Memberikan tanggapan terhadap objek kajian (hasil karya sastra)
  • Memberikan pertimbangan baik dan buruk sebuah karya sastra
  • Bersifat objektif
  • Memberikan solusi atau kritik-konstruktif
  • Tidak menduga-duga
  • Memaparkan penilaian pribadi tanpa memuat ide-ide

Fungsi Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa fungsi kritik sastra, yakni sebagai berikut:

  1. Untuk perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek “karya sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa dukungan prinsip-prinsip kritik sastra.”.
  2. Untuk perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai baik buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya sastra.
  3. Sebagai penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang karya sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi, dan menilai) karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93).

Manfaat Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa manfaat kritik sastra, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat kritik sastra bagi penulis:

  • Memperluas wawasan penulis baik yang berkaitan dengan soal bahasa, objek atau tema-tema karangan, maupun teknik bersastra.
  • Menumbuhsuburkan motivasi untuk mengarang.
  • Meningkatkan kualitas karangan.

2. Manfaat kritik sastra bagi pembaca:

Menjembatani kesenjangan antara pembacakepada karya sastra.

  • Menumbuhkan kecintaan pembaca kepada karya sastra.
  • Meningkatkan kemanpuan mengapresiasi karya sastra.
  • Membuka mata hati dan pikirtan pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.

3. Manfaat kritik sastra bagi perkembangan sastra:

  • Mendorong laju perkembangan sastra baik kualitatif maupun kuantitatif.
  • Memperluas cakrawala atau permasalaha yang ada dalam karya sastra.

Jenis-Jenis Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa jenis-jenis kritik sastra, yakni sebagai berikut:

  • Kritik Mimetik

Menurut Abrams, kritikus pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu.

Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan.

Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:

  • Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
  • Novel Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
  • Kritik Pragmatik

Kritikus jenis ini memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan (mendapatkan sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.

Ada yang berpendapat, bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan.

  • Kritik Ekspresif

Kritik ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.

Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:

  1. Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
  2. Di Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
  3. Sosok Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
  4. WS Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake
  5. Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan
  • Kritik Objektif

Kritikus jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap sekitarnya, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan antarunsur-unsur pembentuknya)

Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.

Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.

Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:

  • New Critics (Kritikus Baru di AS)
  • Kritikus formalis di Eropa
  • Para strukturalis Perancis

Tujuan Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa tujuan kritik sastra, yakni sebagai berikut:

  1. Memperbaiki suatu karya sastra. Koreksi terhadap kesalahan yang terdapat dalam suatu karya sastra, baik ragam bahasa maupun tulis karya sastra tersebut.
  2. Memberikan penilaian secara objektif, ilmiah dan terstruktur terhadap suatu karya
  3. Bertujuan akademis. Kegiatan kritik sastra yang dilakukan oleh mahasiswa untuk memperoleh gelar akademisi.
  4. Bertujuan komersil, motivasi seorang kritikus untuk mendapatkan bayaran atas kegiatan kritik sastra, seperti menulis pada kolom surat kabar.

Prinsip-Prinsp Kritik Sastra

Berikut ini terdapat beberapa prinsip-prinsip kritik sastra, yakni sebagai berikut:

  • sastra adalah suatu cara berpikir yang universal, karakteristik manusia dalam segala masa dan tahap perkembangan;
  • tipe berpikir ini tidak akan dapat dikembangkan terpisah dari obyektivitasnya dalam beberapa bentuk tulisan yang bertindak sebagai suatu lambang yang penting;
  • maksud dan tujuan cara berpikir ini adalah membuat pengalaman lebih intensif dan bermakna;
  • pemupukan serta pengembangan sastra haruslah dilaksanakan melalui: (a) upaya pada penulisan yang kreatif, (b) melalui apresiasi, apropisasi, atau kesepadanan nilai-nilai yang terdapat dalam karya orang lain.
  • nilai sastra suatu puisi, novel, dan drama senantiasa bersifat pribadi;
  • intensitas pengalaman penikmat ssatra tergantung dari beberapa faktor yaitu : (a) perasaannya pada saat membaca; (b) paham atau tidaknya akan lambang-lambang yang dipakai; (c) biasa atau tidaknya akan interpretasi imajinatif; (d) pengalaman-pengalamannya pada masa lalu; (e) kesesuaian bahan-bahan yang disajikan pada masalah-masalahnya sendiri.
  • dari segi hakikat dan tujuan sastra, nilai-nilai estetika perlu dialihkan, dan kegunaan suatu karya sastra tertentu mungkin saja berbeda dari masa ke masa, dari bangsa ke bangsa, dan dari pribadi ke pribadi.
  • reaksi-reaksi perseorangan terhadap sastra ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan sikap kita terhadap diri dan lingkungan, sehingga pada akhirnya tidaklah mungkin suatu sastra tanpa mempertimbangkan implikasi-implikasi moralnya.

Aspek-Aspek Kritik Sastra

Setiap karya sastra mempunyai tingkatan dalam hal kesempurnaan, punya ukuran tersendiri tentang kebenaran atau kepalsuan serta keagumgan ataupun keremehannya. Setiap kritikus yang cakap pastilah akan memperhatikan ketiga aspek dari karya sastra tersebut. Kritik sastra pun memiliki tiga aspek yakni aspek historis, aspek rekreatif, dan aspek penghakiman. Kritik historis berhubungan dengan watak dan orientasi historisnya, kritik rekreatif berhubungan dengan kepribadian artistiknya. Aspek-aspek ini sepenuhnya merupakan faktor-faktor yang menjadi persyaratan bagi satu proses organis. Hubungan antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya jelas bersifat analog. Karena hubungan masing-masing aspek bersifat analog, dengan sendirinya masing-masing aspek punya tugas jalinan tersendiri di antara wawasan dan karyanya. Kritik historis secara khusus mempunyai tugas untuk mencari dan menentukan hakikat dan ketajaman pengungkapan karya itu di dalam jalinan historisnya.

Kritik rekreatif tugas khususnya adalah dengan daya angan-angannya lewat jawaban artistik yang telah dihasilkan oleh kehalusan hatinya, menemukan apa yang telah diungkapkan oleh pengarang itu dengan benar-benar berhasil di dalam satu bentuk karya sastra tertentu, tugas khusus untuk kritik penghakiman adalah menentukan nilai dari sebuah karya sastra yang dibacanya. Ketiga aspek tersebut merupakan tiga pendekatan yang komplementer ke arah sebuah karya, setiap pendekatan hanya bisa dilakukan dengan berhasil apabila dibarengi oleh kedua pendekatan lainnya. jadi orang tidak bisa mengadakan pendekatan karya yang menyeiuruh dan utuh hanya lewat satu ataupundua pendekatan saja. Ketika pendekatan itu haruslah dijalankan sekaligus karena suatu pendekatan historis, misalnya kalau dipisahkan dari rekreasi sensitif dan pengkajian yang berdasarkan penghakiman, hanyalah akan menghasilkan suatu rentetan fakta-fakta objektif yang kering, kalau seseorang hanya bertumpu pada fakta-fakta objektif, pastilah akan gagal dalam usahanya untuk menentukan hakikat serta nilai karya sastra yang dihadapinya.

Pendekatan Kritik Sastra

Berikut ini adalah beberapa pendekatan kritik sastra yaitu:

1. Pendekatan Mimesis

merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata. Menurut Aristoteles, mimesis lebih tinggi dari kenyataan, memberi kebenaran yang lebih umum, kebenaran yang umumn kebenaran yang universal. Di Rusia, pendekatan ini memengaruhi kehidupan dan menjadi ajaran resmi serta mengakui sastra mengemukakan realisme sosialis. Di Indonesia sendiri, pendekatan ini diwakili oleh LEKRA(Lembaga Kebudayaan Rakyat) pada permulaan tahun 1950 sampai tahun 1965. Pendekatan mimesis banyak diterapkan di negara-negara komunis.

2. Pendekatan Pragmatik(Reseptif)

merupakan pendekatan yang memiliki prinsip sastra yang baik untuk memberikan kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Dengan kata lain, pendekatan ini fokus kepada pembaca. Pendekatan ini menggabungkan antara unsur penglipur lara dengan unsur didaktis. Di Indonesia, sejak dulu menganggapa aspek didaktis dan unsur keindahan merupakan dua unsur yang penting.

3. Pendekatan Ekspresif

pendekatan ini memfokuskan ke jiwa pegarang terhadap karya sastranya. Kemampuan pengarang menyampaikan pikiran yang agung dan emosi yang kuat menjadi ukuran keberhasilan. Yang menjadi tanah garapan para pengkritik adalah kejiwaan pengarang. Di Indonesia, pendekatan ini dikenal dengan istilah kritik Ganzheit. FYI: Kritik Ganzheit awalnya digunakan di musik.

4. Pendekatan Objektif(Struktural)

pendekatan ini terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra, yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu. Di Indonesia, melalui pendekatan struktural tercemin pada kelomok Rawamangun.

5. Pendekatan Semiotik

merupakan penelaahan sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang dianggap tidak penting, serta melihat suatu karya sastra sebagai suatu yang terikat kepada sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di luarnya tidak berlaku terhadapnya. Dalam semiotik, segala unsur yang ada dalam suatu karya sastra dilihat sebagai bagian dari suatu sistem. Maka dari itu, karya sastra disusun berdasarkan suatu sistem.

6. Pendekatan Sosiologis (The Sociological Approach)

pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Pendekatan ini lebih fokus memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi-segi yang menunjang dan pengembangan tata kehidupan.

7. Pendekatan Psikologis

pendekataan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra.

8. Pendekatan Moral

pendekatan yang bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium yang paling efektif membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat. Moral diartikan sebagai suatu norma.

(Sumber: https://pakdosen.co.id/kritik-sastra/, diakses 10 Februari 2021, pukul 11.02 WIB)

Monday, February 08, 2021

POLA DASAR MENYUSUN ESAI

Menyusun tulisan dalam bentuk sekelas esai memerlukan keterampilan dan kemampuan kognisi serta naluri yang agak spesifik. Guna membuat sebuah esai berkualitas diperlukan kemampuan dasar menulis dan latihan yang terus menerus.

Gambaran di bawah ini merupakan semacam pola dasar yang mungkin membantu kita dalam menyusun sebuah esai. Dapat pula kita menyebutnya sebaga panduan dasar dalam menulis sebuah esai.

Struktur Sebuah Esai

Secara struktural sebuah esai memiliki pola serta susunan yang mesti runut dan terpadu. Secara umum sebuah esai minimal terbagi dalam lima paragraf. Kelima paragraf tersebut secara proporsional dan sistematis emmpunyai kedudukan dan fungsi khusus.

1. Paragraf pertama

Dalam paragraf ini penulis memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut tesisnya. Tesis dikemukakan dalam kalimat singkat dan jelas serta sedapat mungkin pada kalimat pertama. Kemudian pembaca diperkenalkan pada tiga paragraf berikutnya yang mengembangkan tesis tersebut dalam beberapa subtopik.

2. Paragraf kedua sampai keempat
Ketiga paragraf ini disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama. Kalimat pendukung tesis dan argumen-argumennya dituliskan sebagai analisis dengan melihat relevansi dan relasinya dengan tiap-tiap subtopik.

3. Paragraf kelima (terakhir)

Paragraf kelima merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali tesis dan subtopik yang telah dibahas dalam paragraf kedua sampai kelima sebagai sebuah sintesis untuk meyakinkan pembaca!

Langkah-langkah membuat esai

1. Memilih Topik

Bila topik telah ditentukan, Anda mungkin tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih. Namun demikian, bukan berarti Anda siap untuk menuju langkah berikutnya. Pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan Anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum atau analisis topik secara khusus? Jika hanya merupakan tinjauan umum, Anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya. Tapi bila Anda ingin melakukan analisis khusus, topik Anda harus benar-benar spesifik.

Jika topik masih terlalu umum, Anda dapat mempersempit topik Anda. Sebagai contoh, topik “Indonesia” masih merupakan satu topik yang sangat umum. Jika tujuan Anda menulis sebuah gambaran umum (overview), topik ini sudah tepat. Namun, bila ingin membuat analisis singkat, Anda dapat mempersempit topik ini menjadi “Kekayaan Budaya Indonesia” atau “Situasi Politik di Indonesia". Setelah yakin akan apa yang Anda tulis, Anda bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.

Bila topik belum ditentukan, tugas Anda jauh lebih berat. Di sisi lain, sebenarnya Anda memiliki kebebasan memilih topik yang Anda sukai sehingga biasanya membuat esai Anda jauh lebih kuat dan berkarakter.

2. Tentukan Tujuan

Tentukan terlebih dahulu tujuan esai yang akan Anda tulis! Apakah untuk meyakinkan orang agar mempercayai apa yang Anda percayai? Menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat atau sesuatu? Apa pun topik yang Anda pilih harus sesuai dengan tujuan yang ditentukan.

3. Tuliskan Minat Anda

Jika Anda telah menetapkan tujuan esai, tuliskan beberapa subjek yang menarik minat. Semakin banyak subjek yang Anda tulis akan semakin baik. Jika Anda memiliki masalah dalam menemukan subyek yang Anda minati, coba lihat di sekeliling Anda. Adakah hal-hal yang menarik di sekitar Anda? Pikirkan hidup Anda? Apa yang Anda lakukan? Mungkin ada beberapa yang menarik untuk dijadikan topik. Jangan mengevaluasi subjek-subjek tersebut, tuliskan saja segala sesuatu yang terlintas di kepala!

4. Evaluasi Potensial Topik

Jika telah ada beberapa topik yang pantas, pertimbangkan masing-masing topik tersebut. Jika tujuannya mendidik, Anda harus mengerti benar tentang topik yang dimaksud. Jika tujuannya meyakinkan, topik tersebut harus benar-benar menggairahkan. Yang paling penting, berapa banyak ide yang Anda miliki untuk topik yang Anda pilih?

Sebelum Anda meneruskan ke langkah berikutnya, lihatlah lagi bentuk naskah yang Anda tulis. Sama halnya dengan kasus di mana topik Anda telah ditentukan, Anda juga perlu memikirkan bentuk naskah yang Anda tulis.

5. Membuat Outline

Tujuan dari pembuatan outline adalah meletakkan ide-ide tentang topik Anda dalam naskah dalam sebuah format yang terorganisasi.

  1. Mulailah dengang menulis topik Anda di bagian atas

  2. Tuliskan angka romawi I, II, III di sebelah kiri halaman tersebut, dengan jarak yang cukup lebar diantaranya

  3. Tuliskan garis besar ide Anda tentang topik yang Anda maksud:

  4. Jika Anda mencoba meyakinkan, berikan argumentasi terbaik

  5. Jika Anda menjelaskan satu proses, tuliskan langkah-langkahnya sehingga dapat dipahami pembaca

  6. Jika Anda mencoba menginformasikan sesuatu, jelaskan kategori utama dari informasi tersebut

  7. Pada masing-masing romawi, tuliskan A, B, dan C menurun di sis kiri halaman tersebut. Tuliskan fakta atau informasi yang mendukung ide utama.
6. Menuliskan Tesis

Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh pengarangnya. Anda telah menentukan topik dari esai Anda, sekarang Anda harus melihat kembali outline yang telah Anda buat, dan memutuskan poin penting apa yang akan Anda buat. Pernyataan tesis Anda terdiri dari dua bagian:

  • Bagian pertama menyatakan topik. Contoh: Budaya Indonesia, Korupsi di Indonesia

  • Bagian kedua menyatakan poin-poin dari esai Anda. Contoh: memiliki kekayaan yang luar biasa, memerlukan waktu yang panjang untuk memberantasnya, dst.
7. Menuliskan Tubuh Esai

Bagian ini merupakan bagian paling menyenangkan dari penulisan sebuah esai. Anda dapat menjelaskan, menggambarkan dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah Anda pilih. Masing-masing ide penting yang Anda tuliskan pada outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh tesis Anda.

Masing-masing paragraf memiliki struktur yang serupa:
  • Mulailah dengan menulis ide besar Anda dalam bentuk kalimat. Misalkan ide Anda adalah: “Pemberantasan korupsi di Indonesia”, Anda dapat menuliskan: “Pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan kesabaran besar dan waktu yang lama”
  • Kemudian tuliskan masing-masing poin pendukung ide tersebut, namun sisakan empat sampai lima baris.
  • Pada masing-masing poin, tuliskan perluasan dari poin tersebut. Elaborasi ini dapat berupa deskripsi atau penjelasan atau diskusi
  • Bila perlu, Anda dapat menggunakan kalimat kesimpulan pada masing-masing paragraf.
  • Setelah menuliskan tubuh tesis, Anda hanya tinggal menuliskan dua paragraf: pendahuluan dan kesimpulan.
8. Menulis Paragraf Pertama
  • Mulailah dengan menarik perhatian pembaca.
  • Memulai dengan suatu informasi nyata dan terpercaya. Informasi ini tidak perlu benar-benar baru untuk pembaca Anda, namun bisa menjadi ilustrasi untuk poin yang Anda buat.
  • Memulai dengan suatu anekdot, yaitu suatu cerita yang menggambarkan poin yang Anda maksud. Berhati-hatilah dalam membuat anekdot. Meski anekdot ini efektif untuk membangun ketertarikan pembaca, Anda harus menggunakannya dengan tepat dan hati-hati.
  • Menggunakan dialog dalam dua atau tiga kalimat antara beberapa pembicara untuk menyampaikan poin Anda.
  • Tambahkan satu atau dua kalimat yang akan membawa pembaca pada pernyataan tesis Anda.
  • Tutup paragraf Anda dengan pernyataan tesis Anda.
9. Menuliskan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan rangkuman dari poin-poin yang telah Anda kemukakan dan memberikan perspektif akhir Anda kepada pembaca. Tuliskan dalam tiga atau empat kalimat (namun jangan menulis ulang sama persis seperti dalam tubuh tesis di atas) yang menggambarkan pendapat dan perasaan Anda tentang topik yang dibahas. Anda dapat menggunakan anekdot untuk menutup esai Anda.

10. Memberikah Sentuhan Akhir

  • Teliti urutan paragraf. Mana yang paling kuat? Letakkan paragraf terkuat pada urutan pertama, dan paragraf terlemah di tengah. Namun, urutan tersebut harus masuk akal. Jika naskah Anda menjelaskan suatu proses, Anda harus bertahan pada urutan yang Anda buat.

  • Teliti format penulisan. Telitilah format penulisan seperti margin, spasi, nama, tanggal, dan sebagainya.

  • Teliti tulisan. Anda dapat merevisi hasil tulisan Anda, memperkuat poin yang lemah. Baca dan baca kembali naskah Anda.

  • Apakah masuk akal? Tinggalkan dulu naskah Anda beberapa jam, kemudian baca kembali. Apakah masih masuk akal?

  • Apakah kalimat satu dengan yang lain mengalir dengan halus dan lancar? Bila tidak, tambahkan bebearpa kata dan frase untuk menghubungkannya. Atau tambahkan satu kalimat yang berkaitan dengan kalimat sebelumnya

  • Teliti kembali penulisan dan tata bahasa Anda.

Sumber: Guide to Writing a Basic Essay, Index of Literary Terms

ESAI SASTRA

Membuat Tulisan Kritik dan Esai terhadap Karya Sastra

Menikmati karya sastra merupakan suatu kegiatan memberikan apresiasi terhadap karya tulis format sastra sebagai karya mulia tentang preferensi hakikat hidup dan kehidupan manusia. Kebiasaan menikmati karya sastra memberikan nilai lebih dalam berbagai wacana, misalnya sosial, religi, kamanusiaan, heroisme, moral, filosofi.

Sikap apresiasi biasanya berkembang menjadi lebih baik manakala dibarengi dengan semakin bertambahnya referensi khazanah sastra sesorang. Hal ini seirama dengan kebutuhan batiniah yang senantiasa memperkaya wacana humanistik dan moral-filosofi- serta hakikat keilahian. Bersama dengan itu tentulah asumsi, persepsi, dan konsepsi orang yang melakukan hal ini akan semakin mapan dan terbentuk paradigma tertentu, tak luput dari kebiasaan berpemikiran terbuka.

Manakala kita mempunyai kebiasaan membaca karya sastra yang selalu akan berkembang ke arah lebih baik tentulah semakin memberikan kita kematangan apresiasi seirama dengan referensi bidang ini yang lama kelamaan akan membentuk klasifikasi dan kualitas suatu karya sastra. Bersamaan dengan itu apabila kita sudah mampu memberikan apresiasi yang mengarah ke penentuan kriteria, mulailah kita mampu memberikan kritik terhadap karya tersebut.

Dalam ilmu sastra kritik merupakan bagian yang dipelajari secara fokus demi membuat analisis dan mengemukakan hasil analisis tersebut. Analisis yang dilakukan terhadap karya sastra yang dimaksud tentu saja dimensinya bertumpu pada hakikat karya sastra, bisa aspek intrinsik, ekstrinsik, ataupun dimensi lain yang amat ditentukan oleh sudut pandang penyusun kritik. Kritik sastra Indonesi tentu saja tak lepas dari sang pelopornya, H.b. Jassin yang diberi gelar “Paus Sastra Indonesia”. Karya beliau dapat dilihat dalam Kesusastraan Indonesia dalam Kritik dan Esai, Analisa Cerpen, dan Tifa Penyair dan Daerahnya.

Kritik sastra merupakan hasil pengamatan sang kritikus terhadap keunggulan dan kelemahan suatu karya sastra, terutama dari hakikat nilai sastranya. Tentu saja di dalamnya terdapat analisis keunggulan, kelemahan-kekurangan, kebenaran, serta kesalahan yang terdapat dalam karya sastra itu. Yakob Sumardjo (1986: 21) mengatakan bahwa kritik sastra mempunyai tujuan mendorong sastrawan untuk mencapai penciptaan ke tataran lebih baik-tertinggi, di sisi lain bermakna memberikan apresiasi terhadap karya sastra itu secara lebih baik.

Karakteristik kitik sastra yaitu: 1) bertujuan menilai karya sastra; 2) penilaian berdasarkan kriteria tertentu; mengungkapkan kelebihan dan kekurangan karya sastra tersebut; dan 4) ada kesimpulan penilaian kritikus terhadap karya sastra yang dikritik. Di sisi lain kritik sastra juga mempunyai ciri: 1) penulis terbuka mengemukakakn sudut pandang penilaiannya; 2) penulis bersikap objektif dalam memberikan penilaian; 3) penulis menyertakan bukti-bukti tekstual dari yang dikritik.

Tulisan esai tentu mempunyai sisi berbeda dengan kritik. Esai merupakan salah satu bentuk karangan seseorang yang dimuat dalam media, hampir sama dengan artikel, namun justru lebih singkat. Selain itu, esai mengungkapkan berbagai persoalan, bisa berbentuk formal atau nonformal. Bentuk formal mengikuti kaidah kebahasaan yang berlaku, sedangkan format nonformal dikemas dalam bahasa gaul percakapan. Kata sapaan saya yang digunakan oleh penulis seringkali memperakrabpenulis dengan pembacanya, sedangkan esai formal cenderung bersifat ragam resmi.

Dimensi yang menjadi titik pokok esai adalah pandangan atau pendapat pribadi penulis mengenai masalah kesastraan. Tulisan esai mempunyai karakter antara lain di dalamnya terdapat ide-ide-konsep penulis, gagasan tersebut didukung oleh data, penulisan esai mengemukakan masalah yang lebih luas, dan menggunakan pola akademis ilmiah.

Secara sederhana penulisan esai mengenal beberapa prinsip, yaitu: 1) penulis dapat memilih topik yang akan dibahas sesuai dengan tujuan dan sudut pandang yang dipilihnya; 2) pengungkapan gagasan-pendapat penulis tersebut tidak like or dislike, namun dikemas dalam formulasi ilmiah yang diperkuat dengan data-data; dan 3) logika penulis ditunjang oleh argumentasi dan dasar penalaran yang masuk akal.