Kritik Sastra
(Sumber: https://pakdosen.co.id/kritik-sastra/, diunduh 10 Februari 2021, pukul 2021)
Pengertian Kritik Sastra
Kritik Sastra merupakan
suatu bidang studi sastra untuk menghakimi karya sastra, untuk memberi
penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau tidaknya suatu karya sastra yang
sedang dihadapi kritikus.
Pengertian Kritik Sastra Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai
kritik sastra, yakni sebagai berikut:
1. Menurut Graham Hough
Kritik sastra itu bukan
hanya terbatas pada penyuntingan dan penetapan teks, interpretasi , dan
pertimbangan nilai, melainkan kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas
tentang apakah kesusastraan itu, untuk apa, dan bagaimana hubungannya dengan
masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
2. Menurut Abrams dalam Pengkajian sastra
Kritik sastra merupakan
cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan
penilaian karya sastra.
3. Menurut Rene Wellek dan Austin Warren
Kritik sastra dapat
diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang
melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.
Sejarah Kritik Sastra
Kritik sastra merupakan
bagian dari ilmu sastra. Istilah kritik dalam studi kesusastraan di Indonesia
sudah dikenal luas sehingga kemungkinan istilah kritik sastra memiliki berbagai
definisi. Pengertian yang dapat diterima yakni pengertian kritik sastra yang
terperinci, definisi yang berdasarkan latar belakang historis secara
komprehensif berdasarkan referensi yang tersedia. Kata kritik (criticism,
Wellek, 1978:21) dapat dihubungkan dengan berbagai bidang yang ada dalam
kalangan masyarakat misalnya politik, pertahanan, ekonomi, sosial budaya, sejarah,
music, seni, dan filsafat
Dan jika dihubungkan
dengan sastra, maka berarti kritik sastra. Kata kritik juga dapat dihubungkan
dengan criticism, critica, la critique. Dari asal usulnya, kata kritik berasal
dari kata krities yang berarti “seorang hakim”, krinein yang
berarti “menghakimi”, kriterrion berarti “dasar
penghakiman”, kritikos berarti “ hakim kesusastraan” (Wellek
dalam Pradopo, 2002:31). Jika di dalam kamus terdapt kata : kritik mempunyai
bentuk criticism, criticica berarti
keamanan/kupasan, la critique berarti kupasan, telaah,atau
tinjauan. Dari keempat terminologi tersebut, yangrelevan dengan studi
kesusastraan adalah istilah kritik.
Berikut paparan singkat
mengenai sejarah kritik sastra yang begitu panjang :
- Tahun
500 SM, aktivitas kritik sastra pertama muncul pada masa Xenophanes dan
Heraclitus yang mengecam seorang penyair bernama Homerus. Mereka
berpendapat karya Homerus mengisahkan cerita tidak senonoh dan bohong
mengenai dewi-dewi yang menurutnya sifat para dewi dikisahkan dengan tidak
senonoh yakni identik dengan pencurian, perzinaan dan penipuan. Plato
menyebutnya sebagai “ pertentangan purba antara puisi dengan filsafat “.
- Kritik
tradisional di atas diikuti oleh tokoh Yunani, seperti Aristhophanes pada
tahun 385 SM melalui karyanya Katak-Katak yang mengkritik
Euripides dengan mempertentangkan dengan penyair tragedi pendahulunya
Aeschylus, yakni karya-karya yang bernilai sosial/ moral dengan karya
karya yang bernilai seni. Aristhophanes sudah mulai mempertimbangkan
antara seni untuk masyarakat yang berguna bagi pembacanya, dan seni sastra
yang hanya semata-mata demi seni sastra sendiri atau hanya kepentingan
estetika (Suroso, dkk, 2010:11).
- Plato
pada 427-347 SM dalam bukunya Republic memandang karya
sastra yang baik mengandung ketiga syarat utama, yakni : memberikan ajaran
moral yang lebih tiggi, memberi kenikmatan, dan memberi ketepatan dalam
wujud pengungkapannya.
- Aristteles
pada 384-322 SM melalui bukunya Poetica, memandang bahwa karya
sastra imajinatif sebagai alternatif dunia model pengarang.
- Dalam
konteks kritik modern, buku Criticus karya Julius Caesar
tahun 1484-1585 SM dianggap sebagai karya yang penting, bahkan penulisnya
dianggap sebagai le grand critique.
- Berjalnnya
wajtu, kata kritik semakin penting dalam konteks studi sastra modern.
Dalam sastra Latin Klasik, istilah Criticius jarang
digunakan. Dan hanya ditemukan pada tulisan Hieron ke Longinus.
- Pada
abad pertengahan di Eropa, penggunaan kata kritik juga sudah mulai terjadi
pasang surut. Dimana istilah tersebut hanya muncul di dunia kedokteran
yang mereferensi pada suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat
membahayakan jiwa penderitanya.
- Tahun
1500an pengertian kritik bergeser pada pengertian lama. Poliziano yang
merupakan tokoh masa Renaissance menjadi salah satu tokoh yang penting
dalam proses itu. Pada masa itu criticus dan grammatikos digunakan utnuk
menunjuk orang-orang penekun pustaka sastra lama. Erasmus menggunakan
istila ars critica untuk Alkitab sebagai sarana pelayanan
hidup. Pada kalangan humanisme istilah tersebut dikatakan sebangai
penyuntingan dn pembetulan atas teks-teks kuno. Tahun 1660-an istilah
kritik diartikan sebagai pembetulan, edisi, pernyataan pengarang, sensor
dan penghakiman serta sintaksis.
- Di
abad 17, cakupan kritik sastra mengalami perluasan. Pada kalangan terbatas
kata kritik digunakan untuk menggantikan kata Poetica. Pemakaian kata
kritik di Eropa mulai mengemuka, utamanya di Inggris dengan diperkuat oleh
John Dennis seiring bukunya The Grounds of Criticsm in
Poetry. Istilah ini mencakup beberapa aspek baik teori, kritik
sastra maupun sejarah sastra.
- Pada
masa kini di aba 19, kritik semakin kuat. Di Eropa dan Amerika Serikat
sudah ada praktik kritik. Kritik mereferensi kegiatan pembicaraan
pengarang tertentu, sedangkan criticism merujuk pada
teorinya.
- Di
Jerman terdapat istilah kritish yang berasal dari bahasa
Perancis pada abad ke-19 dan literatuwissenschaft. Yang
berarti teori sastra. Dari waktu ke waktu pengertian kritik semakin jelas
dan berkembang.
Ciri-Ciri Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa ciri-ciri kritik sastra, yakni sebagai berikut:
- Memberikan
tanggapan terhadap objek kajian (hasil karya sastra)
- Memberikan
pertimbangan baik dan buruk sebuah karya sastra
- Bersifat
objektif
- Memberikan
solusi atau kritik-konstruktif
- Tidak
menduga-duga
- Memaparkan
penilaian pribadi tanpa memuat ide-ide
Fungsi Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa fungsi kritik sastra, yakni sebagai berikut:
- Untuk
perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan
teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene
wellek “karya sastra itu tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan
dinilai tanpa dukungan prinsip-prinsip kritik sastra.”.
- Untuk
perkembangan kesusastraan, maksudnya adalah kritik sastra membantu
perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra
mengenai baik buruknya karya sastra dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan
persoalan karya sastra.
- Sebagai
penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penjelasan tentang
karya sastra, kritik sastra menguraikan (mengsnalisis, menginterpretasi,
dan menilai) karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik
sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo,
2009: 93).
Manfaat Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa manfaat kritik sastra, yakni sebagai berikut:
1. Manfaat kritik sastra bagi penulis:
- Memperluas
wawasan penulis baik yang berkaitan dengan soal bahasa, objek atau
tema-tema karangan, maupun teknik bersastra.
- Menumbuhsuburkan
motivasi untuk mengarang.
- Meningkatkan
kualitas karangan.
2. Manfaat kritik sastra bagi pembaca:
Menjembatani kesenjangan
antara pembacakepada karya sastra.
- Menumbuhkan
kecintaan pembaca kepada karya sastra.
- Meningkatkan
kemanpuan mengapresiasi karya sastra.
- Membuka
mata hati dan pikirtan pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya
sastra.
3. Manfaat kritik sastra bagi perkembangan sastra:
- Mendorong
laju perkembangan sastra baik kualitatif maupun kuantitatif.
- Memperluas
cakrawala atau permasalaha yang ada dalam karya sastra.
Jenis-Jenis Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa jenis-jenis kritik sastra, yakni sebagai berikut:
- Kritik
Mimetik
Menurut Abrams, kritikus
pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra
merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang
digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya.
Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra
itu.
Kritik jenis ini jelas
dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra
adalah tiruan kenyataan.
Di Indonesia, kritik
jenis ini banyak digunakan pada Angk. 45. Contoh lain misalnya:
- Novel
Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Jakob Sumardjo
- Novel
Indonesia Populer, Jakob Sumardjo
- Kritik
Pragmatik
Kritikus jenis ini
memandang karya sastra terutama sebagai alat untuk mencapai tujuan (mendapatkan
sesuatu yang daharapkan). Sementara tujuan karya sastra pada umumnya: edukatif,
estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung menilai karya
sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada yang berpendapat,
bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik
jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. STA pernah menulis kritik
jenis ini yang dibukukan dengan judul Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam
Kesusastraan.
- Kritik
Ekspresif
Kritik ekspresif
menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa sastrawan
(pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Kritikus
cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan
pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering
mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang
sadar/tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik
jaman BP/PB menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya.
Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
- Chairil
Anwar: Sebuah Pertemuan, karya Arif Budiman
- Di
Balik Sejumlah Nama, Linus Suryadi
- Sosok
Pribadi Dalam Sajak, Subagio Sastro Wardoyo
- WS
Rendra dan Imajinasinya, Anton J. Lake
- Cerita
Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan, Korrie Layun Rampan
- Kritik
Objektif
Kritikus jenis ini
memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap sekitarnya,
bebas dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan
sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang
saling berjalinan erat secara batiniah dan mengehndaki pertimbangan dan
analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan
(kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan
antarunsur-unsur pembentuknya)
Jadi, unsur intrinsik
(objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi juga
mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.
Pendekatan kritik sastra
jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri.
Kritik jenis ini mulai
berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
- New
Critics (Kritikus Baru di AS)
- Kritikus
formalis di Eropa
- Para
strukturalis Perancis
Tujuan Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa tujuan kritik sastra, yakni sebagai berikut:
- Memperbaiki
suatu karya sastra. Koreksi terhadap kesalahan yang terdapat dalam suatu
karya sastra, baik ragam bahasa maupun tulis karya sastra tersebut.
- Memberikan
penilaian secara objektif, ilmiah dan terstruktur terhadap suatu karya
- Bertujuan
akademis. Kegiatan kritik sastra yang dilakukan oleh mahasiswa untuk
memperoleh gelar akademisi.
- Bertujuan
komersil, motivasi seorang kritikus untuk mendapatkan bayaran atas
kegiatan kritik sastra, seperti menulis pada kolom surat kabar.
Prinsip-Prinsp Kritik Sastra
Berikut ini terdapat
beberapa prinsip-prinsip kritik sastra, yakni sebagai berikut:
- sastra
adalah suatu cara berpikir yang universal, karakteristik manusia dalam
segala masa dan tahap perkembangan;
- tipe
berpikir ini tidak akan dapat dikembangkan terpisah dari obyektivitasnya
dalam beberapa bentuk tulisan yang bertindak sebagai suatu lambang yang
penting;
- maksud
dan tujuan cara berpikir ini adalah membuat pengalaman lebih intensif dan
bermakna;
- pemupukan
serta pengembangan sastra haruslah dilaksanakan melalui: (a) upaya pada
penulisan yang kreatif, (b) melalui apresiasi, apropisasi, atau
kesepadanan nilai-nilai yang terdapat dalam karya orang lain.
- nilai
sastra suatu puisi, novel, dan drama senantiasa bersifat pribadi;
- intensitas
pengalaman penikmat ssatra tergantung dari beberapa faktor yaitu : (a)
perasaannya pada saat membaca; (b) paham atau tidaknya akan
lambang-lambang yang dipakai; (c) biasa atau tidaknya akan interpretasi
imajinatif; (d) pengalaman-pengalamannya pada masa lalu; (e) kesesuaian
bahan-bahan yang disajikan pada masalah-masalahnya sendiri.
- dari
segi hakikat dan tujuan sastra, nilai-nilai estetika perlu dialihkan, dan
kegunaan suatu karya sastra tertentu mungkin saja berbeda dari masa ke
masa, dari bangsa ke bangsa, dan dari pribadi ke pribadi.
- reaksi-reaksi
perseorangan terhadap sastra ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan
sikap kita terhadap diri dan lingkungan, sehingga pada akhirnya tidaklah
mungkin suatu sastra tanpa mempertimbangkan implikasi-implikasi moralnya.
Aspek-Aspek Kritik Sastra
Setiap karya sastra
mempunyai tingkatan dalam hal kesempurnaan, punya ukuran tersendiri tentang
kebenaran atau kepalsuan serta keagumgan ataupun keremehannya. Setiap kritikus
yang cakap pastilah akan memperhatikan ketiga aspek dari karya sastra tersebut.
Kritik sastra pun memiliki tiga aspek yakni aspek historis, aspek rekreatif,
dan aspek penghakiman. Kritik historis berhubungan dengan watak dan orientasi
historisnya, kritik rekreatif berhubungan dengan kepribadian artistiknya.
Aspek-aspek ini sepenuhnya merupakan faktor-faktor yang menjadi persyaratan
bagi satu proses organis. Hubungan antara aspek yang satu dengan aspek yang
lainnya jelas bersifat analog. Karena hubungan masing-masing aspek bersifat
analog, dengan sendirinya masing-masing aspek punya tugas jalinan tersendiri di
antara wawasan dan karyanya. Kritik historis secara khusus mempunyai tugas
untuk mencari dan menentukan hakikat dan ketajaman pengungkapan karya itu di
dalam jalinan historisnya.
Kritik rekreatif tugas
khususnya adalah dengan daya angan-angannya lewat jawaban artistik yang telah
dihasilkan oleh kehalusan hatinya, menemukan apa yang telah diungkapkan oleh
pengarang itu dengan benar-benar berhasil di dalam satu bentuk karya sastra tertentu,
tugas khusus untuk kritik penghakiman adalah menentukan nilai dari sebuah karya
sastra yang dibacanya. Ketiga aspek tersebut merupakan tiga pendekatan yang
komplementer ke arah sebuah karya, setiap pendekatan hanya bisa dilakukan
dengan berhasil apabila dibarengi oleh kedua pendekatan lainnya. jadi orang
tidak bisa mengadakan pendekatan karya yang menyeiuruh dan utuh hanya lewat
satu ataupundua pendekatan saja. Ketika pendekatan itu haruslah dijalankan
sekaligus karena suatu pendekatan historis, misalnya kalau dipisahkan dari
rekreasi sensitif dan pengkajian yang berdasarkan penghakiman, hanyalah akan
menghasilkan suatu rentetan fakta-fakta objektif yang kering, kalau seseorang
hanya bertumpu pada fakta-fakta objektif, pastilah akan gagal dalam usahanya
untuk menentukan hakikat serta nilai karya sastra yang dihadapinya.
Pendekatan Kritik Sastra
Berikut ini adalah
beberapa pendekatan kritik sastra yaitu:
1. Pendekatan Mimesis
merupakan pencerminan
atau representasi kehidupan nyata. Menurut Aristoteles, mimesis lebih tinggi
dari kenyataan, memberi kebenaran yang lebih umum, kebenaran yang umumn
kebenaran yang universal. Di Rusia, pendekatan ini memengaruhi kehidupan dan
menjadi ajaran resmi serta mengakui sastra mengemukakan realisme sosialis. Di
Indonesia sendiri, pendekatan ini diwakili oleh LEKRA(Lembaga Kebudayaan
Rakyat) pada permulaan tahun 1950 sampai tahun 1965. Pendekatan mimesis banyak
diterapkan di negara-negara komunis.
2. Pendekatan Pragmatik(Reseptif)
merupakan pendekatan
yang memiliki prinsip sastra yang baik untuk memberikan kesenangan dan faedah
bagi pembacanya. Dengan kata lain, pendekatan ini fokus kepada pembaca.
Pendekatan ini menggabungkan antara unsur penglipur lara dengan unsur didaktis.
Di Indonesia, sejak dulu menganggapa aspek didaktis dan unsur keindahan
merupakan dua unsur yang penting.
3. Pendekatan Ekspresif
pendekatan ini
memfokuskan ke jiwa pegarang terhadap karya sastranya. Kemampuan pengarang
menyampaikan pikiran yang agung dan emosi yang kuat menjadi ukuran
keberhasilan. Yang menjadi tanah garapan para pengkritik adalah kejiwaan
pengarang. Di Indonesia, pendekatan ini dikenal dengan istilah kritik Ganzheit.
FYI: Kritik Ganzheit awalnya digunakan di musik.
4. Pendekatan Objektif(Struktural)
pendekatan ini terlepas
dari soal pengarang dan pembaca. Pendekatan ini memandang dan menelaah sastra
dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra, yaitu tema, alur, latar,
penokohan, dan gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan
kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu. Di Indonesia, melalui
pendekatan struktural tercemin pada kelomok Rawamangun.
5. Pendekatan Semiotik
merupakan penelaahan
sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang
dianggap tidak penting, serta melihat suatu karya sastra sebagai suatu yang
terikat kepada sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di
luarnya tidak berlaku terhadapnya. Dalam semiotik, segala unsur yang ada dalam
suatu karya sastra dilihat sebagai bagian dari suatu sistem. Maka dari itu,
karya sastra disusun berdasarkan suatu sistem.
6. Pendekatan Sosiologis
(The Sociological Approach)
pendekatan ini bertolak
dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat.
Pendekatan ini lebih fokus memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan yang
terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi-segi yang menunjang
dan pengembangan tata kehidupan.
7. Pendekatan Psikologis
pendekataan penelaahan
sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu
karya sastra.
8. Pendekatan Moral
pendekatan yang bertolak
dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium
yang paling efektif membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat.
Moral diartikan sebagai suatu norma.
(Sumber: https://pakdosen.co.id/kritik-sastra/,
diakses 10 Februari 2021, pukul 11.02 WIB)
No comments:
Post a Comment